Runaway Love

image

~Runaway Love~

Seorang gadis berumur 26 tahun itu tengah sibuk merapihkan pakaiannya dan menjejalkannya ke dalam sebuah koper besar yang ditaruhnya diatas tempat tidurnya seraya terus mengingat apa-apa saja yang ia lupakan. Kamar yang didominasi dengan warna biru itu sudah hampir kosong, hanya dipenuhi oleh furniture-furniture ruangan itu, lemari baju yang telah kosong, meja rias yang kosong pula. Memang gadis itu merencanakan untuk pergi jauh selama 5 bulan maka dari itu, ia membawa isi kamarnya sebanyak yang ia bisa, memastikan ia akan merasa nyaman selama perjalanan itu.

“JungAh-ah,” seorang wanita paruh baya memasuki kamar gadis itu setelah mengetuknya terlebih dahulu.

“Ne, eomma.” Sahut gadis itu tetap focus pada kegiatan beberesnya.

“JungAh-ah,” kali ini ibu dari gadis itu menarik bahu gadis itu agar dapat menatap matanya “Apa kau harus pergi?”

“Eomma,” JungAh menurunkan tangan ibunya dan menggenggamnya, “aku sudah bilang aku tidak apa-apa. Lagi pula aku akan berangkat besok, akan sangat sia-sia jika aku tidak berangkat bagaimana dengan tiket pesawat dan semua hotel yang telah ku-book itu?”

“Tapi tetap saja, kau akan pergi jauh sendirian selama 5 bulan.” Ibu gadis itu merapihkan rambut putri semata wayangnya.

“Ini bukan pertama kalinya aku pergi jauh eomma.” Gadis itu mulai merajuk.

“Memang ini bukan yang pertama kali kau pergi jauh, namun ini yang pertama kalinya kau pergi jauh sendirian. Tahun lalu kau pergi ke sana bersama dengan KyuHy..” ucapan ibu gadis itu terhenti saat menyadari bahwa ia telah mengangkat topic yang tidak seharusnya ia bicarakan.

“Eomma, aku akan baik-baik saja walau tanpa KyuHyun oppa. Eomma tahu itu dengan baik, aku bisa menjaga diriku sendiri.” JungAh memberikan senyum terbaiknya.

“Arrata, kau memang harus melupan pria itu dan semua ingatanmu dengannya. Siapa tahu kau akan bertemu pria baik di sana.” Goda Ny. Lee di akhir kalimat yang membuat gadis itu terkekeh pelan.

“Aniya eomma, aku hanya ingin bersenang-senang dan melepas penatku selama 1 tahun belakangan. Sekarang aku harus kembali menyiapkan barang-barangku dan tidur lebih awal agar tidak tertinggal pesawat besok.” JungAh mengusir ibunya secara halus yang dituruti dengan senang hati oleh ibunya.

***

FLASHBACK

“JungAh-ah” seorang pria memanggil wanita yang telah mengistirahatkan kepalanya di paha pria itu, “Bagaimana jika kita pergi?”

“Kemana?” Tanya JungAh masih tetap asyik dengan buku digenggamannya.

“Eum… aku selalu ingin pergi melihat dunia dengan orang yang kucintai.” Pria itu merapihkan rambut gadisnya yang tertiup angin semilir di taman tempat mereka duduk dengan santai itu.

“Mwoya?” Dumal JungAh, “Itu bukan suatu tujuan.”

“Memang bukan, namun itu akan menjadi sebuah pencapaian hidupku.” Pria itu tersenyum lembut, “Aku sudah mencetak sebuah peta dan aku punya ide.” JungAh bangun seraya mengerutkan dahinya.

“Kita akan tentukan tujuan perjalanan kita dengan peta ini.” Lanjut pria itu setelah mengeluarkan peta yang ia bicarakan dari dalam tasnya.

“Cho KyuHyun, dunia begitu besar dan kau mau mengelilinginya? Itu bisa memakan waktu bertahun-tahun.” JungAh mulai merasa kesal dengan pacarnya itu.

“Panggil aku oppa.” KyuHyun mendorong kepala JungAh dengan jari telunjuknya, “Dan aku sudah bilang aku punya ide. Di mana kita pertama kali bertemu?”

“Y cafe.” Jawab JungAh malas.

“Dan Y cafe terletak di…”

“Seoul.”

“Seoul merupakan ibu kota dari?”

“Ah mwoya?!” JungAh mengerucutkan bibirnya dan mendorong kekasihnya keras, menurutnya kekasihnya itu tengah mempermainkannya.

“Jawab saja, itu merupakan pertanyaan terakhir.” Sahut KyuHyun santai.

“Korea, Korea Selatan.” Balas JungAh cepat.

“Maka dari itu, cinta kita berawal dari Korea Selatan.” KyuHyun menunjuk Korea Selatan di petanya, “Karena kita akan mengelilingi dunia karena cinta, maka kita akan menggunakan lambang cinta.”

“Bisakah kau tidak menggunakan kata ‘cinta’? Itu terdengar menjijikan bagiku.” JungAh memprotes kata yang diucapkan KyuHyun. Memang ada hubungan spesial di antara mereka, namun kata ‘cinta’ terdengar picisan bagi JungAh.

“Lalu apa hubungan di antara kita?” Pria 27 tahun itu mulai merajuk membuat gadis di sebelahnya memutar bola matanya kesal.

“Jadi kau ingin mengajakku berlibur atau tidak?” Balas JungAh dengan menirukan nada merajuk KyuHyun.

“Arraseo.” Sahut KyuHyun kesal, “Supaya lambang hati ini tidak terpotong,” KyuHyun memberikan penekanan berlebihan pada kata ‘hati’ agar gadis yang mendengarkannya secara acuh tak acuh itu sadar bahwa ia tidak menggunakan kata ‘cinta’ lagi, “maka aku akan memutar peta ini dengan posisi Korea di bagian atas dan menggambar lambang hati-nya sebesar peta ini.” KyuHyun melakukan hal yang ia jelaskan.

“Dan kita akan mengunjungi tempat yang terkena garis lambang hati ini. Bisa kau sebutkan? Aku juga membawa peta, aku akan mencatatnya.” KyuHyun kembali merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah notes book.

“Banks Island, Echo Bay, Prince Rupert, Portland, San Francisco, San Diego, Ciudad Juarez, Montere, El Savador, Costarica, Equador, La Paz, San Miguel de Tucuman, Buenos Aires, dan New Zealand.” JungAh menyebut tempat demi tempat secara perlahan agar KyuHyun dapat mencatatnya.

“Berapa lama kita akan berlibur? Kita memiliki 15 destinasi di 9 negara berbeda.” Tanya JungAh setelah KyuHyun selesai mencatat destinasi mereka.

“5 bulan.” Sahut KyuHyun santai, “Kurasa itu akan cukup.”

“Lalu bagaimana dengan izinnya? Apa kau pikir appa-ku akan mengizinkanku pergi begitu saja denganmu?” Ucap JungAh sakartis.

“Tenang saja, aku yang akan mengurus izinnya.” Timpal KyuHyun santai.

FLASHBACK OFF

***

“Eomma antar sampai sini saja ya.” Ucap sang ibu pada putrinya yang duduk di sebelah kirinya.

“Arraseo, gomawoyo eomma.” Gadis di sebelahnya itu memeluk sang ibu dengan saying.

“Kau tidak perlu urusi ayahmu itu. Kau tahu ia sudah berubah seperti itu sejak tahun lalu, namun aku yakin ia amat mengkhawatirkan dirimu. Maka dari itu, jaga dirimu baik-baik di sana, arraseo?”

“Ne eomma. Aku pergi dulu.” JungAh membuka pintu di sebelahnya, “Bisa tolong buka bagasinya eomma?”

“Eung.” Ucap sang ibu dan segera menyusul putrinya turun, membantunya menurunkan koper-koper putri satu-satunya itu, melepaskan putrimu bukanlah suatu hal yang mudah terlebih jika ia merupakan satu-satunya anak yang kau miliki.

“Sudah, lebih baik kau ccepat masuk ke dalam sebelum kau tertinggal pesawat.” JungAh mengangguk patuh dan mulai menarik kopernya masuk ke dalam airport.

***

FLASHBACK

“Mwo?! Berlibur selama 5 bulan?!” Jerit wanita paruh baya itu pada sepasang orang muda yang duduk di depannya dengan kepala tertunduk.

Mereka berdua tahu betul hal ini akan terjadi saat mereka meminta izin pada orang tua sang gadis, namun apa daya, mereka tetap membutuhkan izin dari orang tua gadis itu karena ia merupakan anak semata wayang sang orang tua.

“Eommonim ki…”

“Siapa ibumu?” Bentak sang tuan rumah memotong ucapan si pemuda.

“Appa…” gadis yang duduk di sebelah pemuda tadi berucap putus asa.

“Wae?” Tantang sang ayah, “Kami sejak dulu tidak pernah senang dengan hubungan kalian, begitu juga dengan keluarganya. Lalu apa gunanya kalian menjalin hubungan ini?”

Tangis gadis yang sejak tadi telah menahan air matanya pecah tak terbendung lagi. Ia kecewa, ia marah, ia juga merasa putus asa. Ini bukan pertama kalinya kedua orang tuanya berkata seperti itu dan itu amat membebaninya.

“Memang apa salahnya?!” Jerit gadis itu tak tertahankan lagi, ia telah memendam kekesalannya sejak lama dan ia tidak akan diam lagi kali ini, “Memang apa yang salah dengan hubunganku dengan KyuHyun oppa?! Apa salah kami hingga kalian begitu membenci hubungan kami berdua?!”

“Lee JungAh! Kau berani membentak appa-mu sekarang? Hah?!” Tuan Lee balas membentak putrinya.

“Appa?” Gadis itu mendengus keras, “Apa benar kau ayahku? Hah? Seorang ayah seharusnya mendukung kebahagiaan putrinya, namun apa yang kau lakukan padaku?!”

“Lee JungAh!” Tuan Lee menampar putrinya dengan keras setelah mendengar perkataan putrinya itu.

Keheningan menyelimuti ruang tamu itu hanya suara nafas berat tuan Lee dan JungAh yang terdengar. Baik KyuHyun dan nyonya Lee tidak mau memperburuk keadaan dengan salah berkata maka mereka memilih diam, menunggu salah satu dari kubu yang tengah berseteru itu kembali berbicara.

“Heol daebak.” Dengus gadis itu akhirnya, “Gajjayo oppa. Lagi pula apa gunanya kita meminta izin sebelum pergi? Pun aku sudah jauh berada di masa legalku.” JungAh segera melangkah ke kamarnya guna mengepak barang yang akan ia butuhkan selama 5 bulan liburannya.

FLASHBACK OFF

***

Golden Gate Park, tujuan JungAh setelah 5 hari berada di San Fransisco. Tidak ada yang spesial di kunjungannya sebelum San Fransisco. Namun Golden Gate Park merupakan tempat yang amat berkesan bagi JungAh.

Gadis itu menatap pasangan-pasangan yang tengah menikmati waktu bersama mereka, seolah di dunia ini hanya ada mereka berdua.

“Babo,” gumam JungAh, “cepat atau lambat kalian akan berpisah.” Ia menelan kenyataan pahit yang terjadi padanya.

“Excuse me miss,” panggil seseorang yang menbuat JungAh mengalihkan fokusnya, “I’m Aiden Lee. Nice to meet you.”

JungAh menatap aneh pria yang tengah mengulurkan tangannya itu, menunggu JungAh menjabat tangannya.

“Lee JungAh.” Ucap JungAh tak acuh.

“Ah, apa Anda juga orang Korea?” Tanya pria tadi semangat dengan bahasa tanah kelahirannya, “Agak sulit bertemu dengan orang Korea di sini. Namaku DongHae, maksudku nama Koreaku, Aiden adalah namaku di sini. Senang bertemu denganmu.” JungAh hanya memutar bola matanya cepat, sama sekali tidak perduli dengan pria di sebelahnya itu.

“Bukankah itu indah?” Pria itu memberi jeda sejenak, “Para pasangan kekasih itu.”

“Apa maksudmu?” Ucap JungAh datar.

“Bukankah sedari tadi kau memperhatikan pasangan-pasangan kekasih itu JungAh-ssi?” Tanya DongHae satu kali lagi, “Sedari tadi aku memperhatikanmu. Sejak 10 menit lalu kurasa.” Pria itu menyelipkan senyum di akhir kalimatnya.

“Mereka hanya sepasang orang bodoh.” Balas JungAh akhirnya.

“Waeyo? Itu sudah takdirnya, suatu takdir yang seperti sebuah ketidak sengajaan yang dilakukan dengan penuh kesengajaan.” DongHae kembali tersenyum.

“Pada akhirnya mereka akan berpisah, itu intinya.” Balas JungAh tak mau kalah.

“Itu memang takdirnya. Mungkin kau pikir itu adalah suatu kesengajaan JungAh-ssi, namun itu bisa jadi sebuah takdir. Menurutmu apa kita bertemu seperti ini karena sebuah takdir atau suatu ketidak sengajaan atau sebuah kesengajaan?” DongHae bermain dengan kata-katanya sehingga membuat JungAh merasa kesal dengan pria di sebelahnya itu.

“Sepasang kekasih juga seperti itu JungAh-ssi, mereka akan bersama jika ditakdirkan dan akan berpisah ketika takdir mengatakan mereka harus berpisah. Takdir yang memainkan manusia JungAh-ssi, tidak ada manusia yang mempermainkan manusia lainnya.” Pria berjaket biru itu menyatakan opininya.

“Sepasang kekasih yang saling mencintai satu sama lain,” JungAh mulai angkat suara, “namun keluarga kedua belah pihak tidak menyetujui hubungan mereka. Mereka pikir mereka dapat melewati semua itu, atau sang wanita pikir. Seiring berjalannya waktu sang pria merasa lelah sehingga ia meninggalkan wanita itu dan menikah dengan wanita lain di bulan selanjutnya.”

“Bisa kusimpulkan bahwa kau adalah wanita yang ditinggalkan itu JungAh-ssi namun siapa pria itu?” Ucap DongHae.

“Lupakan saja, itu hanya sebuah cerita. Kurasa kita tidak akan bertemu lagi, benar begitu DongHae-ssi?” JungAh memberi hormat dan segera melangkah pergi.

“Dasar pria aneh.” Gumam JungAh setelah berhasil membuat jarak beberapa meter dari DongHae.

Sedangkan DongHae, pria itu hanya menatap JungAh bingung dan mulai melangkahkan kakinya pula, namun kakinya mendarat di sebuah medan yang ia yakini bukanlah rumput. Pria itu mengambil benda yang ia ia injak sebelumnya, sebuah notes.

“Lee JungAh.” Ia membaca nama yang tertera di buku itu, “Kurasa kita akan bertemu lagi JungAh-ssi.” Senyum pria itu kembali mengembang.

***

FLASHBACK

Sepasang kekasih tengah menikmati pemandangan yang disuguhkan oleh taman yang terletak di San Fransisco itu seraya merangkul satu sama lain.

“JungAh-ah,” panggil sang pria, “apa kau pernah menyesal memilih untuk bersamaku?”

“Ani. Tidak sama sekali.” Balas gadis itu dengan semangat, “Apa oppa menyesal?” Gadis itu menurunkan nada bicaranya di akhir kalimat.

“Ani, tentu saja tidak.” Balas sang pria setelah jeda beberapa detik yang tidak diperhatikan sang gadis.

“Woah, di sana ada air mancur, ayo kita buat permintaan.” JungAh menarik kekasihnya itu ke arah air mancur.

“Mwoya?! Itu hanya sebuah kepercayaan yang tidak benar sama sekali.

“Sudah, buat saja sebuah permintaan Cho KyuHyun.” JungAh menaruh uang koin di tangan pria itu, “ayo lempar dan buat permintaan.” Pada akhirnya mereka melempar koin itu ke dalam air mancur itu dan membuat permintaan mereka masing-masing.

“Apa permintaan yang oppa buat?” Tanya JungAh.

“Sebuah permintaan tidak boleh diucapkan atau permintaan itu tidak akan menjadi kenyataan. Bodoh.” KyuHyun memukul kepala JungAh pelan seraya tertawa.

“Cish. Arraseoyo.” Ucap JungAh cepat dan meninggalkan KyuHyun di belakangnya.

“Hya! Lee JungAh! Berhenti di sana. Ayo kita cari tempat makan. Aku lapar.” KyuHyun mengejar JungAh.

FLASHBACK OFF

***

JungAh melangkah dengan lemas di lobby hotel yang ia inapi. Seharian ini ia terus mengunjungi tempat-tempat wisata yang ia kunjungi bersama KyuHyun tahun lalu, membuat memori-memori baru di tempat yang sama berharap itu akan memudahkannya melupakan pria itu.

“JungAh-ssi!” Panggil sebuah suara yang tengah terengah, “JungAh-ssi!” JungAh membalikan tubuhnya demi melihat siapa yang memanggilnya.

“DongHae-ssi?” Heran JungAh, “Apa yang kau lakukan di sini?”

“Ah, tidak,” JungAh kembali membuka mulutnya sebelum DongHae sempat menjawab, “apa pertemuan ini sebuah takdir, atau ketidak sengajaan, atau penuh dengan kesengajaan?”

“Penuh dengan kesengajaan yang berawal dari sebuah ketidak sengajaan yang merupakan sebuah takdir” Balas DongHae masih dengan nafas terengah, ia telah berlari mengejar JungAh dari pintu masuk tadi, “Kau menjatuhkan ini tadi JungAh-ssi.” DongHae memberikan JungAh sebuah notes yang tadi ia temukan.

“Di notes itu terdapat alamat hotel ini, jadi kukira kau menginap di sini, maka kuputuskan untuk mengembalikannya padamu.” Jelas DongHae.

“Ne, gomawoyo.” Ucap JungAh pelan dan berbalik hendak kembali ke kamarnya hingga DongHae kembali memanggilnya.

“Bagaimana jika kita kembali bertemu? Apa menurutmu itu akan menjadi sebuah takdir atau ketidak sengajaan atau penuh dengan kesengajaan?” Tanya DongHae penuh ketulusan.

“Entahlah,” JungAh mengedikan pundaknya, “mungkin itu penuh kesengajaan mengingat kau telah memegang notesku ini.”

“Ne, arraseoyo.” Sahut DongHae, “Have a good night miss.” JungAh membalas hormat DongHae dan melangkah ke lift terdekat.

***

Hujan deras mengguyur kota San Francisco tanpa ampun. Jalanan yang basah membuat lalu lintas menjadi padat, begitu pula di bagian trotoar tempat para pejalan kaki berdesakan dengan payung-payung mereka. Cuaca buruk itu mengganggu kegiatan banyak orang, termasuk JungAh. Seharusnya hari ini ia mengunjungi Baker Beach dan menikmati sinar matahari yang kemarin diperkirakan akan datang dengan teriknya. Akhirnya gadis itu memilih untuk mengunjungi sebuah café yang ada di sisi jalan tempat taksi yang ditumpanginya tak kunjung bergerak maju.

Café yang di dominasi dengan warna coklat dengan harum kopi yang menghambur keseluruh ruangan membuatnya merasa hangat dalam sekejap. Memang café itu-pun dipenuh sesakan oleh manusia-manusia yang tengah menghangatkan diri dari kejamnya angin hujan di luar. Hal itu amat menyulitkan JungAh untuk mendapatkan kursi kosong baginya dan secangkir Americano di tangannya.

“JungAh-ssi!” JungAh mengalihkan pandangannya ke tempat suara itu berasal. Lee DongHae, ia menemukan pria itu duduk sendiri dengan nyamannya di kursi untuk 4 orang.

“Kita bertemu lagi JungAh-ssi.” Ucap DongHae setelah JungAh duduk dihadapannya, “Tidakkah kau berpikir ini adalah sebuah takdir JungAh-ssi?”

“Oh,” dengus JungAh, “atau bisa jadi ini sesuatu yang telah kau rencanakan DongHae-ssi.”

“Ah, geuraeyo?” goda DongHae, “Setahuku seharusnya hari ini kau pergi ke sebuah pantai JungAh-ssi.”

“Kau melihat notesku?” tuduh JungAh.

“Oh come on.” Desah DongHae seraya mengayunkan tangannya dengan penuh keputusasaan.

“Siapapun yang mengetahui cuaca akan cerah-cerahnya akan memilih untuk pergi ke pantai.” Seru DongHae, “Hingga mereka tertipu oleh peramal cuaca dan terdampar di sebuah café. Apa kau berpikir peramal cuaca sungguh-sungguh bisa meramal atau mereka hanya mengandalkan sebuah alat JungAh-ssi?”

“Tentu saja mereka menggunakan sebuah atau bahkan beberapa alat DongHae-ssi, pertanyaan macam apa itu?” jawab JungAh dengan kerutan tergambar di dahinya.

“Lalu mengapa mereka disebut peramal cuaca? Bukankah alat itulah yang meramalkan cuaca sedangkan orang itu hanya membacakannya?” Tanya DongHae serius membuat JungAh menyesal telah memilih utnuk mengunjungi café ini, seharusnya ia kembali ke hotel dan tidur di balik selimut hangatnya dengan nyaman dan bukan meladeni pertanyaan-pertanyaan aneh yang dilontarkan oleh pria yang ia temui kemarin.

“Itu hanya sebuah candaan JungAh-ssi.” Tawa DongHae setelah melihat tatapan jengah JungAh.

“Apa yang kau lakukan di sini DongHae-ssi?” Tanya JungAh yang telah lelah mendengar tawaan DongHae yang tak kunjung henti.

“Ah, aku hanya tengah menunggu teman lamaku, kami telah membuat janji untuk berte…” ucapan DongHae terhenti di tengah kalimat dan baru melanjutkannya beberapa detik kemudian dengan kecepatan yang lebih lambat dari sebelumnya, “mu di sini dan ia akan datang bersama istrinya.”

“Ah… lalu sebaiknya aku segera pergi. Gomawoyo DongHae-ssi.” JungAh bersiap bangkit meninggalkan café itu.

“Changkamanyo,” cegah DongHae, “apa kau bisa membantuku satu kali saja?”

“Mwoyo?” JungAh kembali menaruh tasnya ke kursi di sebelahnya.

“Berpura-puralah menjadi pacarku.” JungAh ternganga mendengar kalimat itu, “Ani, ia akan datang bersama istrinya dan itu akan sangat canggung bagiku.” Tambah DongHae cepat.

“Kalau tidak mau aku tidak akan memaksa JungAh-ssi.” Ucap DongHae akhirnya setelah membiarkan beberapa menit berlalu dengan keheningan di antara keduanya.

“Johayo.” Kata itulah yang keluar dari bibir JungAh. JungAh memang bukan tipe orang yang senang mencampuri urusan orang lain, namun ia tahu betapa canggungnya berada di antara sepasang manusia yang tengah kasmaran sendirian maka ia memutuskan untuk membantu DongHae.

“Ne?” Tanya DongHae terkejut.

“Joharagoyo.” JungAh mengulang kata persetujuannya, “Jadi, kapan kita mulai berkencan?”

“Eum… 2 bulan lalu?” jawab DongHae ragu.

“Kurasa itu cukup. Di mana kita pertama kali bertemu?”

“Café ini?” Tanya DongHae sekali lagi.

“Arraseo, kurasa itu cukup. Apa menurutmu ada yang kurang DongHae-ssi?”

“An…”

“DongHae-ah!” panggil sebuah suara berat.

“Eoh, KyuHyun-ah! Kau sudah sampai.” Sahut DongHae seraya bangkit berdiri demi menyambut kedatangan teman lamanya itu.

JungAh membatu di sana. Nama yang menjadi alasannya datang ke tempat ini satu kali lagi telah disebut, dan pemilik nama itu kini tengah berdiri tepat di belakangnya. Nafas berat mulai menemani gadis itu dan nampaknya air matanya tidak ingin tertinggal dalam perkumpulan itu. Ia menahan sekuat tenaga agar tidak ada satu tetespun air mata yang akan membasahi pipinya.

“Ayo, duduk dulu.” Suara DongHae menyadarkan JungAh ke dunia nyata. Dan gadis itu segera bangkit berdiri lalu berjalan meninggalkan ketiga orang di belakangnya beserta tasnya tanpa kastu patah katapun.

“JungAh-ah!” teriak DongHae memanggil ‘kekasih’nya itu, namun itu bereaksi lebih pada KyuHyun. Pria itu mengangkat kepalanya cepat dan kembali bangkit berdiri demi dapat melihat gadis yang tengah dikejar oleh DongHae hingga keluar café itu.

“Waeyo oppa?” Tanya HyeNa sang istri.

“Aniya, apa yang DongHae lakukan?” KyuHyun kembali duduk dan bersikap layaknya tak ada yang terjadi.

“Entahlah.” Sahut HyeNa tak acuh.

Di sisi lainnya, DongHae tengah berusaha menggapai tangan JungAh demi menghentikan langkahnya.

“Ah waeyo?!” amuk JungAh setelah DongHae berhasil menggapai tangannya.

“Ani, seharusnya aku yang bertanya seperti itu JungAh-ssi. Mengapa kau pergi secara tiba-tiba?” Tanya DongHae, “Kukira kita memiliki sebuah kesepakatan.”

“Kukira kau tidak mengetahui hubunganku dengan pria itu.” Balas JungAh cepat.

“Ne?”

“Harus kusebut apa kejadian ini DongHae-ssi? Takdir? Suatu ketidak sengajaan? Atau suatu konspirasi untuk membuatku gila?!” jerit JungAh kesal.

“Apa maksudmu JungAh-ssi? Memang apa hubunganmu dengan KyuHyun? Apa aku harus menyadarinya atau mengetahuinya bahkan sebelum kau menjelaskannya padaku?” DongHae balas mengamuk.

“Mollaseoyo?” JungAh menurunkan nada bicaranya.

“Bagaimana aku bisa tahu? Apa kau pikir aku sejenis cenanyang atau apa?”

“KyuHyun, pria itu, ia adalah pria yang aku bicarakan saat aku pertama kali bertemu denganmu DongHae-ssi. Kurasa kau cukup tahu apa artinya itu.”

“Sekarang aku akan kembali ke hotelku dan lupakan semua kesepakatan yang baru kita buat tadi.” JungAh kembali melangkah pergi meninggalkan DongHae.

“Changkamanyo,” DongHae kembali menahan JungAh, “apa kau benar-benar ingin membatalkan perjanjian itu?”

“Geuraeyo! Bahkan tanpa beban apapun, perjanjian itu hanya menguntungkan pihakmu saja dan hanya akan menjadi beban bagiku. Anyeongigaseyo.” JungAh kembali melangkahkan kakinya dengan kasar.

“Tentu saja ada baiknya untukmu juga JungAh-ssi!” ucap DongHae namun JungAh tidak menghentikan langkahnya, “Kau bisa menunjukan padanya betapa bahagianya kau sekarang walau tanpa dirinya.”

JungAh menghentikan langkahnya dan berpikir sejenak. Bertemu pria itu memang amat tidak menyenangkan, itu merupakan satu dari sekian banyak hal yang paling dihindari JungAh, namun terlihat lemah dihadapan pria itu merupakan hal terakhir yang ia inginkan untuk terjadi di kehidupannya.

“Arraseoyo.” JungAh kembali melangkahkan kakinya ke dalam café membuat DongHae tersenyum puas.

“Mianhaeyo,” ucap JungAh seraya duduk dihadapan HyeNa, “tadi aku agak membutuhkan udara.” Bohongnya.

“Eyy, tadi aku lihat kalian bertengkar.” Ucap HyeNa.

“Ah,” DongHae segera menggabungkan dirinya, “tadi sebelum kalian datang kami mengalami sedikit benturan dan kalian tahu apa yang terjadi kemudian.” Kali ini DongHae yang mengeluarkan kebohongan.

“Namun nampaknya ia sudah cukup baikan sekarang.” Tambah DongHae seraya mencubit pipi JungAh yang membuatnya mendapat tatapan garang dari gadis itu, “Atau mungkin belum.”

“Joneun Lee JungAhimnida, kekasih DongHae oppa.” Ucap JungAh memperkenalkan diri.

“Joneun Kang HyeNaimnida.” HyeNa ikut memperkenalkan dirinya, “Sudah berapa lama kalian bersama?”

“Dua bulan.” Sahut DongHae dan JungAh bersamaan.

“Aigoo, kalian terlihat sangat serasi, aku jadi merasa iri.” Ucap HyeNa.

“Apa kau tahu apa yang terjadi pada JungAh 1 tahun lalu?” KyuHyun membuka suara dengan ekspresi datar.

“Satu tahun lalu?” Sahut DongHae, “Ah, arra. JungAh sudah memberi tahuku.”

“Memang apa yang terjadi tahun lalu?” Tanya HyeNa penasaran.

“Mollasseoyo?” Sahut JungAh dengan ekspresi terkejut yang dilebih-lebihkan, “Oppa, kau tidak memberi tahu HyeNa tentang kejadian tahun lalu?” Tanya JungAh pada KyuHyun yang terdiam.

“Oppa? Kalian saling mengenal satu sama lain?” Heran HyeNa.

“Omo.” Seru JungAh, “kau benar-benar tidak tahu HyeNa-ssi?” HyeNa hanya menggeleng pelan.

“Aku yang baru menjabat sebagai kekasih DongHae oppa saja sudah menceritakannya, mengapa oppa belum menceritakannya pada istri oppa?” Sindir JungAh, “Dasar sebuah hubungan yang kuat adalah kepercayaan, namun bagaimana bisa ada kepercayaan jika tidak ada kejujuran?”

HyeNa menatap JungAh heran, sedangkan KyuHyun hanya dapat terdiam pria itu bahkan tidak berani mengangkat kepalanya dan DongHae, ia memilih untuk diam, membiarkan JungAh melakukan aksinya.

“Oppa,” JungAh memanggil DongHae, “kepalaku terasa agak pusing, mungkin karena terkena tetesan hujan rintik tadi, bisa antar aku pulang?”

“Geundae…”
“Kau bisa membuat janji dengan KyuHyun satu kali lagi. Kepalaku benar-benar pusing.” JungAh menarik-narik lengan kaos yang dikenakan DongHae.

“Arraseo arraseo.” Ucap DongHae tidak sabar, “Mian KyuHyun-ah, kita bertemu lagi lain kali saja.”

“HyeNa-ssi, silahkan tanya pada KyuHyun oppa tentang apa yang terjadi, jika ia tidak mau memberitahumu, telpon aku, aku yang akan menjelaskannya.” JungAh memberikan kertas yang berisi nomor telponnya.

“Aku pamit dulu.” Ucap JungAh pada KyuHyun dan HyeNa kemudian melangkah keluar bersama DongHae.

***

“Jadi setelah ini kau akan kemana JungAh-ssi?” Tanya DongHae setelah mereka sampai di lobby hotel JungAh.

“San Diego, itu pemberhentian berikutnya.” Jawab JungAh cepat.

“Ah, kalau begitu kurasa jalan kita hanya bertemu sampai di sini saja,” ucap DongHae, pria itu harus menelan kekecewaan karna ia hanya dapat mengenal gadis di depannya itu selama 2 hari, “Selamat jalan JungAh-ssi.”

“Ne, gomawoyo DongHae-ssi.” JungAh menyampaikan salam perpisahannya sebelum kembali ke kamarnya untuk merapihkan barang-barangnya dan istirahat sejenak sebelum ia meninggalkan semua ini di belakangnya mungkin untuk selamanya.

Fin~

And this is it. FF yang dibuat di tetes terakhir liburan. Hope you guys love it, comments are very expected. Sorry for typos and thanks for reading.

Hope you guys had an amazing holiday ^^

PS: FF ini juga di post di Sujuff 2010

7 thoughts on “Runaway Love

  1. Karena nggak disetujui ayahnya Jung-Ah, Kyu lngsng nikah sama cewek lain begitu putus? Ihh, kok nyebelin gitu ya dia?-_-
    Ohya, boleh kasih saran nggak ? Kalau nama orang berakhir huruf vokal, sapaannya ~ya. Donghae~ya, Jung-ah~ya, Hye-Na~ya, gitu. Kalau ~ah, itu buat sapaan nama org yg huruf terakhirnya selain vokal. Itu aja sih saranku, semoga bermanfaat. Bukannya sok pinter ya, tapi cuma mau berbagi pengetahuan aja. Siapa tau membantu, dan karya2mu ke depan makin baik lagi..
    Fighting yaa!!!

    Like

  2. Why…??
    Kok kyuhyun tega??

    Gak ada sequel kah?
    Tp kdang cerita yg tnpa akhr begini lbh berkesan ya..

    Ceritanya bagus..
    Suka deh..

    Like

  3. yess…puas banget jd JungAhn…hahaha..sekali kali jd cewek kuat..yg g gampang ditindas..enak aja ditinggal gitu aja…kyuhyun kliatannya sangat menyesal

    Like

Leave a comment